PT Kukuh Mandiri Lestari (ANTARA)
NTB - Beberapa waktu lalu, publik sinema dikejutkan oleh kabar bahwa film Indonesia Agak Laen akan diadaptasi oleh studio Korea Selatan untuk versi lokal mesreka. Bagi sebagian orang, ini mungkin hanya berita hiburan. Namun bagi para pemerhati industri film, ini adalah momen penting yang patut dicatat sebagai tonggak pengakuan atas kualitas narasi sinema Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir, industri film Indonesia lebih banyak memainkan peran sebagai penonton, bahkan pengimpor budaya populer melalui adaptasi dari luar negeri, khususnya dari Korea Selatan. Namun kini terjadi pergeseran: narasi lokal Indonesia dinilai relevan, kuat, dan layak untuk direkonstruksi dalam pasar budaya asing yang sudah sangat mapan. Ini bukan hanya soal adaptasi, melainkan bentuk validasi atas daya saing sinema nasional dalam kancah global.
Baca juga: berita terkini jabodetabek
Keberhasilan film Agak Laen dilirik oleh sineas asing bukanlah sebuah kebetulan. Setidaknya ada empat faktor utama yang menjelaskan mengapa film Indonesia mulai diminati untuk diadaptasi. Pertama, kekuatan cerita dan kompleksitas karakter dalam film Indonesia saat ini berkembang pesat. Banyak sineas muda Indonesia mengangkat isu-isu sosial dan nilai-nilai lokal dengan pendekatan yang autentik namun memiliki resonansi emosional yang bersifat universal.
Baca juga: Gelombang Baru Konten Digital: Menyusuri Jejak Inovasi Video Sintetis Berbasis Generative AI di Kalangan Kreator Konten
Kedua, keberanian eksplorasi genre menjadi ciri khas baru. Dari horor psikologis, drama keluarga, hingga komedi sosial, sineas Indonesia kini tidak ragu mengeksplorasi gaya penceritaan yang tak konvensional, yang justru memberi kesegaran di tengah industri film Asia yang cenderung didominasi pola naratif yang seragam.
Baca juga: Makan Nasi Ayam
Ketiga, secara geopolitik budaya, Indonesia menjadi bagian dari kawasan Asia Tenggara yang kini semakin diperhatikan oleh dunia internasional. Sebagai negara dengan latar budaya yang beragam namun masih relatif "belum dieksplorasi secara komersial", Indonesia hadir sebagai sumber cerita yang unik. Ini adalah peluang emas untuk menampilkan identitas lokal sebagai kekuatan utama, bukan sebagai latar pelengkap belaka.
Keempat, kita tidak bisa mengabaikan peran besar audiens lokal. Netizen Indonesia adalah salah satu yang paling aktif dalam membentuk opini dan membangun popularitas konten di era digital. Popularitas film seperti The Big 4 yang trending di platform OTT internasional adalah cermin bahwa pasar lokal kita punya kekuatan pengaruh yang sangat besar. Fakta ini menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing, yang tentu melihat potensi konversi popularitas tersebut ke dalam angka profit.
Namun agar momentum ini tidak menjadi euforia sesaat, perlu langkah-langkah strategis yang berkelanjutan. Pertama, sineas Indonesia harus terus memperkuat kualitas cerita dan produksi. Pendalaman naskah, eksplorasi identitas budaya, dan keberanian menyuarakan nilai-nilai lokal tanpa harus tunduk pada formula pasar global merupakan kunci utama agar sinema Indonesia tetap otentik dan relevan.
Baca juga: Fotografi dan Transformasi Budaya Massa
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Instagram/@makan